SEJENAK MENGOBROL TENTANG GERAKAN SENI FOKUS KOTA BALIKPAPAN

Dalam sebuah diskusi ringan, di sela-sela pameran “Penjakes” di Rumah Budaya Dahor, Pertamina, Mei lalu, Ketua Fokus Kota Balikpapan Abi Ramadan Noor, kembali bercerita terkait forum ini. Juga gambaran bagaimana cara pergerakannya.

“Saya, kami, ingin memunculkan kawan-kawan seni yang tidak hanya berkarya. Melainkan juga bermental penggerak. Balikpapan perlu yang seperti itu, karena kota ini belum dikenal sebagai kota seni,” ujar Abi, yang juga pelukis ini, mengawali obrolan. 

Seniman, atau pekerja seni, yang sering juga definisinya diperluas menjadi pekerja industri seni kreatif, menurut Abi adalah orang-orang yang “beruntung”. Mereka bisa memberi sesuatu pada kotanya, daerahnya. Memberi warna dan “warna”.

Memang, ada sebagian yang masih bergerak sendiri. Namun juga ada yang bergerak bersama. Fokus yang merupakan akronim Forum Kreatif Usaha Sama-sama, dan embrionya sudah disemai tahun 2016, memilih jalur bergerak bersama.

“Saya yakin, jika rezeki selalu ada dari mana saja. Tidak perlu ada kekhawatiran jika bergerak bersama, malah akan menutup pintu rezeki. Justru dengan bergerak bersama, tujuan bisa tercapai, yakni mendekatkan seni ke masyarakat,” katanya.

Abi tidak menampik kenyataan bahwa seniman, pekerja seni di Balikpapan sudah bergerak sekuatnya. Namun di sisi lainnya, sebagian masyarakat belum cukup kenal siapa seniman di kota ini. Setidaknya dari beberapa obrolan dengan kawan-kawan lain, kondisi itu ternyata masih ada.

Itu adalah pekerjaan rumah yang cukup serius, sebenarnya. Artinya lagi, pekerjaan rumah itu adalah tanggung jawab semua seniman dan pelaku industri seni kreatif di kota Minyak ini. Perlu waktu yang lama, juga cara bergerak yang tepat, untuk memecahkan pekerjaan itu sehingga identitas seni bisa melekat di Balikpapan.

“Bergerak bersama, cara yang tepat. Meski mungkin juga ada yang belum tertarik. Kami di Fokus ingin mempererat kawan-kawan yang bergerak di bidang seni. Tidak saling menutup jalur, justru sebaliknya, saling membuka jalur,” ujar Abi.

Abi mengakui, anggapan bahwa konsumen seni adalah pasar atau “kue” yang kecil, masih ada di sebagian masyarakat. Dan “kue” yang kecil ini dihadapkan dengan cukup banyak pekerja seni, sehingga bisa terjadi saling “menutup jalur”.

“Saya, jika sendirian berjuang, capek. Tapi jika bersatu, sama kawan-kawan, saya bisa. Yang berpikir, yang bergerak pun lebih banyak. Banyak perubahan bisa dihasilkan. Seperti dalam pameran ini, saya pun melihatnya sebagai silatuhrami,” kata dia.

Seni, akan dan pasti pas jika disandingkan dengan budaya. Lokasi pameran Penjakes (Pendidikan Jalur Kesenian) di Rumah Budaya Dahor Balikpapan ini, adalah komposisi yang pas. Ini juga pertama kali cagar budaya tersebut jadi lokasi pameran komunitas lintas seni dan lintas-pelaku seni, yang bernaung dalam satu forum.

“Kami juga ingin mengaktifkan budaya. Seperti Mas Ali dari Macan Dahan-Taman Bacaan dan Rumah Latihan, di Kutai Kartanegara-bilang, budaya suatu daerah ada jika sudah 100 tahun. Balikpapan sudah lebih 100 tahun umurnya. Berarti kota ini, sejatinya, sudah punya budaya, dong,” ucap dia.

Pelaku seni, lanjut Abi Ramadan, akan bergerak di bidang seni, untuk mendukung penuh budaya yang berkembang di Balikpapan, baik budaya komtemporer, maupun yang khas Kalimantan. Orang-orangnya sudah ada, tinggal kolaborasi.

“Seni, juga berkembang selaras dengan budaya agar menguatkan identitas Balikpapan. Ini adalah juga mimpi kami. Kalau kita, para pelakunya, tidak berkolaborasi, mungkin sulit atau tidak akan terbentuk mimpi-mimpi itu,” paparnya.

Resiko, menurut Abi, jelas ada dalam setiap langkah mewujudkan mimpi. Diakui, pameran Penjakes di Rumah Budaya Dahor selama dua hari itu, cukup sepi pengunjung. “Enggak apa-apa pameran agak sepi pengunjung. Artinya, pekerjaan, pergerakan seni kami, masih jauh dari selesai,” ucapnya.

Fokus Kota Balikpapan ibaratnya baru “seumur jagung”. Mesti banyak belajar, dan tidak tahu apa yang ada di depan. Pameran perdana saja, baru terlaksana tahun 2016 lalu. Namun yang terpenting, kawan-kawan selalu bergerak menyuarakan seni. Gebrakannya, adalah sesudah pameran tersebut.

“Gerakan seni, harus terbebas dari kepentingan selain kepentingan seni. Kita harus merdeka berekspresi. Mendekatkan seni ke publik, adalah ‘perang’ kita, karena kita tentu ingin jangan ada jarak antara seni, pelaku seni, dengan masyarakat,” ujar Abi.

Dengan kata lain, itulah ranah gerakan Fokus Kota Balikpapan. Forum ini ada untuk mereka yang terpanggil untuk bergerak, selain berkarya. Diperuncing lagi oleh Abi, mencebur ke forum ini, ibaratnya jangan ngomongin soal duit. Melainkan, apa yang bisa dilakukan demi perkembangan seni agar lebih dikenal, tetapi juga "membumi". 

“Berkesenian, apapun jalurnya, jangan kapok. Juga jangan kapok bergerak. Kalau bekerja pakai hati, uang, rezeki yang cukup, datang sendiri. Yang terpenting lagi, kamu dapatkan perkerjaan kamu cintai,” kata Abi.

Mereka yang bergabung di Fokus Kota Balikpapan yang saat ini hampir 70 orang, adalah keluarga bagi Abi. Seperti anggota keluarga yang saling berpegangan tangan, saling membantu, saling menghangatkan, itulah juga yang diharapkan ada di forum.

Kerja sama dan silaturahmi, mesti berjalan seiring. Ini pun penting karena pada dasarnya, gerakan seni seperti yang digemakan Fokus Balikpapan adalah gerakan mandiri. Gerakan yang, katakanlah, tidak berharap kucuran anggaran daerah (APBD).

“Fokus, forum ini adalah ‘rumah’ bagi kawan-kawan seni. Rumah yang isinya keluarga. Ada bapak, ada ibu, ada anak-anak.  Siapapun pengkarya seni yang punya pengalaman, bahkan yang enggak punya, boleh gabung. Kalian adalah orang-orang kreatif yang akan memberi warna untuk Balikpapan,” kataya.

Abi sedikit bercerita perjalannya sampai mendirikan Fokus Kota Balikpapan. Pergerakan seni butuh media dalam “kendaraan”. Abi merintis kedai kopi kecil-kecilan bernama Kopi Sahabat (Kopsah) untuk “memberi makan” idealisme.

Karya-karya lukisannya pun dipajang di dinding kedai. Idelisme sebagai seniman, tetap bisa jalan. Kopsah-nya yang dulu menempati kios di Pasar Klandasan, yang menjadi media pertemuan dan pergerakan, kini pindah ke Kampung Timur, Balikpapan.

Kedainya pun bertransformasi. Tak semata kedai kopi, tapi juga “markas” pergerakan. Fokus Creative Art Space, begitu judulnya. Store, adalah istilah pendekatannya. Terjemahan sederhananya adalah, Creative Art Space adalah tempat di mana kawan-kawan seni bisa memajang hasil karyanya. Silaturahmi pun terjalin.

Abi menyadari, itu semua, pada hakekatnya adalah permulaan dari pergerakan seni untuk mengenalkan diri ke masyarakat Balikpapan, juga Kaltim, bahkan se-Indonesia. Namanya juga permulaan, jalan terjal membentang, juga jauh dan berliku.

“Namun jika kita tidak memulai pergerakan, atau kapok bergerak, tujuan kami, dan tujuan kawan-kawan seni di kota ini, akan lebih lama tergapai. Melakukan sesuatu, kami yakin, lebih mengena daripada hanya berdiam diri. Kalau sudah bergerak, penting juga agar jangan kapok bergerak,” kata Abi menutup obrolan. 

Baca Juga :
SERUTU VOL 03 - MENGGAMBAR SKETSA, DONGENG, DAN SEKOLAH YANG MEMERDEKAKAN ANAK
SERUTU VOL 01 - SENI SERU TIAP SABTU DI LEMARI SENI BALIKPAPAN
LEMARI SENI BALIKPAPAN GALERI SENI SKALA MINI DI KOTA INDUSTRI
DARI BALIKPAPAN, ART DAY 1 AWALI WUJUDKAN HARI SENI
DARI CREATIVE ART SPACE FOKUS MENUJU LEMARI SENI BALIKPAPAN
KELAS MENJAHIT SAMANTHA PROJECT-BARAKATI DI LEMARI SENI BALIKPAPAN
AKTIVITAS PERTAMA DI LEMARI SENI BALIKPAPAN, DISKUSI SOAL NGE-BLOG
FOKUS CREATIVE SPACE ART - GEDUNG KESENIAN SWASTA PEMANTIK PERGERAKAN SENI DI BALIKPAPAN
"PSK NYABU" KETIKA SENIMAN MUDA BALIKPAPAN MERIAHKAN RAMADHAN
TENTANG FOKUS KOTA BALIKPAPAN
PAMERAN KELIMA FOKUS - SEMANGART 45
PENJAKES, SELEBRASI PENGKARYA SENI KREATIF DI BALIKPAPAN
PAMERAN "PENJAKES" DIAPRESIASI OLEH GOL A GONG
PAMERAN KEDUA FOKUS POJOK SENI DAN USAHA KREATIF
PAMERAN KETIGA FOKUS - MATHILDA FEST
PAMERAN PERTAMA FOKUS - SENI RUPA BANGKIT

Comments